Ungkapan Langit


 

Ketika pagi, matahari bersinar cerah.  Melebarkan cahayanya di setiap sudut kota. Menyela manja di setiap rindangnya daun pohon akasia. Membentuk sebaris cahaya yang menyilaukan mata. Kata orang-orang, langit sedang berbahagia.
Beranjak siang, cuaca pun berganti cara. Terik yang menyengat menjadi kabut yang menggelap. Melingkupi sudut kota dengan angin yang mendesau hebat. Menggugurkan daun dari pohon akasia yang mulai tua. Dan kata orang-orang, langit mulai gelisah.
Sore menyapa, matahari sudah tiada. Tergantikan dengan titisan bening dari angkasa. Jatuh perlahan menimpa daun akasia. Tidak. Tidak hanya akasia, tapi semua benda yang ada di sudut kota. Yang karenanya menimbulkan suara aneka makna. Dan kata orang-orang, langit sedang berduka.
Lalu, malam pun tiba. Siap menyangga setiap rasa yang datang sejak pagi buta. Tidak ada lagi daun akasia juga kota tua yang menjadi cerita. Tumpukan rasa sejak pagi hari, bersatu di saat malam yang penuh dengan lelah tak berdaya. Kata orang-orang, langit sedang menanti matahari tiba. Menggantikan gelapnya malam, menjadi sinar yang terang benderang. Menanti energi besar untuk menghapus cerita luka.

Begitulah ungkapan langit yang menjadi gambaran setiap rasa di dalam hati kita. Cerah yang katanya bahagia, mendung gelap pertanda gelisah, hujan lebat menyerupa luka di jiwa. Dan selalu menyatukannya di saat malam pekat tanpa cahaya. Lalu berharap cemas, agar pagi tiba dengan sejuta asa. Agar bahagia dapat lagi di rasa.
 
Dan kira-kira seperti itulah diri kita. Menyerupai langit di suatu masa. Yang kadang kala bahagianya tak terkira, tiba-tiba berubah menjadi gelisah yang tak berarah. Tidak jarang pula berakhir dengan jeritan duka tanpa kata. Lantas menghimpun semua rasa dalam satu titik yang kerap membuat lelah tidak berdaya. Alih-alih ingin merasakan kembali bagaimana nikmatnya bahagia. Agar tidak lagi terbelenggu dengan deretan rasa penyebab diri tidak berdaya.

#30DWCJilid9 #Squad6  #Day9 #Tulisan #UngkapanLangit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia