Teruslah Mengayuh

“Teruslah mengayuh!” Teriakmu dari jarak yang tidak terlalu jauh. Memandangku yang sedang belajar mengayuh sepeda baru. Yang dibelikan ibu beberapa hari lalu dalam rangka ulang tahunku yang ke tujuh.

Aku menoleh ke belakang, ingin melihat wajahmu yang tadinya memberikan semangat menggebu-gebu. Baru saja kepalaku ini memutar, sontak saja teriakan itu kembali terdengar.

“Hei, jangan melihat ke belakang. Nanti kau jatuh!” serunya lagi. Dan benar saja, aku pun terjatuh. Sepeda baru itu menimpa sekujur tubuhku. Padahal aku belum menolah ke belakang dengan sempurna.

Lalu kamu datang menghampiriku dengan wajah khawatir. Memeriksa seluruh tubuhku layaknya seorang dokter. Mencari-cari luka akibat tertimpa sepeda baru tadi.

“Kau berlebihan,” aku menepis tangannya yang menyentuh lututku. Sakit memang, tapi tidak terlalu. Hanya lecet sedikit. Selebihnya baik-baik saja.

“aku baik-baik saja.” Lanjutku dengan wajah ceria. Lalu dibalas olehmu dengan dengus kekesalan.

“Kan sudah kubilang, untuk mengayuhnya saja. Jangan sesekali menoleh ke belakang. Kecuali kau mampu memberikan keseimbangan. Hingga tidak jatuh berdebam.” Titahmu yang membuatku terdiam sejenak.

“Ada satu hal yang kau harus tahu. Belajar bersepeda sama halnya belajar mengendarai kehidupan di masa akan datang. Ada tujuan yang harus kau hampiri, atau sebut saja mimpi. Untuk menujunya, kau harus terus menerus mengayuh sepedamu. Fokus pada apa-apa yang menjadi tujuanmu. Mungkin ini akan sedikit sulit. Karena sepanjang perjalanan akan ada banyak rintangan yang membuatmu jatuh berkali-kali. Tidak mengapa asal kau segera bangkit dan mengayuhnya lagi. Kupastikan juga akan ada begitu banyak celaan atau pujian yang membuat kayuhanmu menjadi tidak seimbang. Sehingga itu juga akan membuatmu terjatuh lagi.” Kau berhenti. Memandangku dengan tatapan penuh arti.

“Esok atau lusa bila kau benar-benar menjumpai hal seperti yang kusampaikan tadi, maka pesanku cukup satu teruslah mengayuh. Teruslah mengayuh sepeda kehidupan ini. Teruslah mengayuh meski harus jatuh berkali-kali. Bila harus berhenti, behentilah sebentar dan kembali  mengayuhnya lagi. Lantas bila sudah sampai di tujuan, hadirkanlah  senyum terbaikmu  pada pemilik hati sebiru lazuardi.” Tutupmu dengan mengusap ujung kepalaku dengan lembut.

Aku masih terdiam. Kalimatmu terlalu panjang untuk bisa kupahami. Tapi hanya satu kalimat yang akan kuyakini sejak hari ini sampai kemudian hari. Bahwa aku akan terus mengayuh. Tidak mengapa bila harus jatuh, kan? Asal nanti aku bisa bertemu si pemilik hati sebiru lazuardi, seperti katamu tadi.

#30DWCJilid9 #Squad6 #Tulisan #TeruslahMengayuh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia