Jangan Berlari

Pada akhirnya kata-kata kita ditenggelamkan oleh deraian hujan yang tidak berkesudahan. Meredam semua kalimat marah. Membendung segenap rasa kecewa. Menyimpannya di dalam jiwa yang tidak lagi bercahaya. 

Dan potongan-potongan dialog kita beberapa menit lalu, berputar di dalam keheningan.

Aku ingin pergi. Lari dari keadaan dan perasaan yang sering menyesakkan ini.” Begitu katamu sebelum hujan tiba. Hanya mendung gelap di atas sana. Cangkir kopi milik kita tersisa setengah dari seharusnya. 

Aku tidak membalas. Sengaja. Kufikir kamu terlalu cepat memutuskan. Amat mudah menyudahi setap urusan. Selalu berlari dari kejadian yang membuatmu kelelahan.

Tidak dan jangan seperti itu. Ini tidak akan mendewasakan.” Balasku tajam. 

Aku tahu, kamu pernah terjatuh. Berlutut dengan payah dan mengaku kalah. Tapi kuharap kamu tidak menyerah.” Lanjutku dengan menatapnya lembut. Aku tidak ingin menghakimi. Menurutku, kamu hanya perlu diingatkan akan setiap semangat yang dahulu pernah diperjuangkan. 

Bukankah selama ini kamu belajar untuk berdiri? Tertatih menata hati yang teramat sering dilukai. Hingga  nyerinya begitu terasa setiap kali. Tapi kamu tidak pernah berhenti.” Aku menarik nafas. Mengatur kata-kataku agar terdengar sebagai kalimat memahami. 

Lantas untuk kali ini, mengapa harus berlari? Mengapa harus berpindah posisi? Kamu berlebihan!” sentakku akhirnya, membuat kedua matanya menatapku sinis. 

Jangan berlari dari setiap urusan yang membuatmu kelelahan. Jangan berlari dari setiap permasalahan. Kamu hanya harus mengumpulkan semua kebaikan dalam hatimu, dan menariknya keluar. Mengolahnya menjadi energi besar. Agar kamu tetap berdiri menatap hari kemudian. Dan tidak memilih berlari meninggalkan setiap permasalahan."

#30DWCJilid9 #Squad6 #Day28 #Tulisan #JanganBerlari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia