Kaki Telanjang


Wahai Tuan yang menggelarkan diri dengan “Kaki Telanjang”, apa kabar? Sejatinya aku ingin bertanya, mengapa kamu memilih nama itu? karena menurutku ia terdengar aneh, pelik dan tidak masuk akal. Sebab seumur hidupku, gelar itu menyerupai seekor hewan berkaki dua. Yang selalu melengking di pagi buta. Juga kerap kusantap ketika lebaran tiba. Tapi, terlepas dari itu semua, aku jauh lebih menyenangi jika memanggilmu dengan nama Rizki Fadhila. Jauh lebih baik dan penuh makna.

Sebenarnya aku mulai menyerah dengan tugas ini. Sebab mencari tahu tentangmu secara langsung, nyatanya bukan langkah yang membuatku beruntung. Mungkin karena di antara kita yang tidak pernah mulai menyapa, sudah tentu membuatmu tidak ingin dikenal dan digali begitu saja. Oleh sebab itu aku pun menahan diri untuk tidak bertanya. 

Tapi Tuan, di lain kesempatan aku mendengar perihalmu dari orang-orang. Kata mereka, dirimu memang seperti itu. Kata-katamu memang sedikit, bahkan terkesan pelit. Tapi bukan berarti kamu tidak baik. Bahkan kamu berada di atasnya. Kebaikanmu sengaja tertutupi oleh kata-kata yang ketus juga dingin. Bahkan saking dinginnya, kufikir bisa membuat orang-orang masuk angin. Eh maaf, aku hanya bercanda.

Tak hanya itu, aku pun sengaja membaca tulisan-tulisanmu. Menelusurinya satu persatu. Bahkan terpaksa berhenti sebentar, membacanya berulang-ulang ketika menemukan kalimat yang mengagumkan. 

Ah, aku terkesima! Kamu begitu bijak memperlakukan kata-kata. Begitu lincah menyusunnya menjadi bait-bait puisi yang manis. Maka tak salah bila ada yang menyebutmu laki-laki romantis.
Rasanya cukup di sini saja tulisanku tentangmu, Tuan. Mohon maaf bila tidak berkenan dan mengecewakan. Setidaknya, sekelumit tentangmu sudah kucoba tuliskan. 

Bengkalis, 19 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia