Sugeng Rawuh

Sugeng Rawuuhh.. bagi yang berdarah jawa pasti tidak asing dengan dua kata tadi yang bermakna selamat datang. Kali ini aku sedang tidak ingin membahas makna dua kata tadi secara mendalam. Cukup tahu maknanya saja. Dan mungkin pas dengan kondisi sekarang yang memang sedang memasuki tahun baru. 

Mengakhiri tahun 2018 ada banyak sekali postingan-postingan yang berseliweran di media sosial tentang pencapaian-pencapaian atau juga kenangan-kenangan yang telah dilalui selama 1 tahun terkahir. Dan jenisnya beragam. Tergantung kepada siapa yang merasakan. Ada yang berupa kebahagiaan, dan ada juga kesedihan. Wajar kan, sebab dunia ini tidak melulu soal senang. Sesekali juga harus merasakan pedihnya kesedihan. 

Namun, diantara euforia itu semua, tidak sedikit pula yang mulai menuliskan resolusi-resolusi yang kelak harus dicapai di tahun yang baru. Pencapaian apa lagi yang harus segera dituntaskan. Seperti, segera menyelesaikan perkuliahan, mencari pekerjaan, melanjutkan belajar ke jenjang selanjutnya (dalam atau luar negeri) atau segera menggenapakan separuh agama. Tetap saja beragam bukan. Sesuai dengan keinginan dan kapasitas masing-masing pribadi. 

Dan diantara keriuhan pergantian tahun kali ini, aku mendapati 2 buah email masuk di inbox milikku. Dikirim oleh mailing list yang sama, hanya beda waktu pengiriman. Email pertama masuk ketika menjelang waktu dzuhur. Kusempatkan untuk membuka dan membacanya. Btw, ini adalah mailing list yang memang akan selalu masuk setiap hari senin. Biasanya akan masuk sekitar pagi pukul 7. Dan entah mengapa hari ini emailnya telat sampai pukul 12 siang kurang. 

Email pertama dengan subjek “Jika Mimpiku Kecil dan Seperti Tidak Berharga, Bolehkah Aku Tetap Memimpikannya?” 

Aku membaca dengan seksama. Memindai dengan cepat setiap baris katanya. Dan kudapati ada banyak hal yang menjadi koreksian untukku pribadi. Example, sekecil apapun yang hal kita inginkan, sesuatu yang kita impikan, jangan pernah menganggapnya tidak berharga. Seperti ketika kita menginginkan untuk bisa kuliah di dalam negeri tida berarti tidak berharga dibanding kuliah di luar negeri dengan beasiswa? Tidak sama sekali tidak. 

Impian dan keinginan setiap orang itu berbeda-beda. Mungkin terkesan kecil ketika dilihat oleh sudut pandang orang yang sudah mencapainya.  Tapi sebaliknya, jika keinginan itu masih sebatas angan-angan, maka untuk menujunya akan selalu dibutuhkan effort yang besar sehingga ianya menjadi sebuah pencapaian yang tetap harus dihargai.

Beranjak malam, sebakda maghrib ada satu lagi email masuk. Kali ini dengan judul yang sedikit lebih menampar. “Jika 2019 Menjadi Tahun Terakhirku”

Aku menghela napas sejenak. Sebelum membaca, aku sudah menerka tentang isi dari mailing list kali ini. Ya, perihal apa yang akan aku lakukan jika 2019 adalah tahun terakhirku. Sudah sejauh apa aku mempersiapkan diri jika ia benar-benar menjadi tahun terakhir. Apakah cukup dengan melistkan begitu banyak permintaan-permintaan tentang kebaikan? Tentu saja tidak. Butuh aksi nyata pastinya. Lalu bila sudah tercapai, apakah ianya sudah sesuai dengan koridor yang diajarkan islam? Ya, kiranya hal itu selalu menjadi poin paling utama ketika ingin melistkan apapun keinginan yang dicapai. Sebab kita tidak ingin apapun yang kita harapkan hanya bernilai duniawi, tapi akhirat jauh lebih utama.

Ah, lagi-lagi aku merasa tertampar untuk setiap nasihat-nasihat seperti ini. Jika selama ini pencapaian yang ingin atau mungkin sudah pernah aku capai, jangan-jangan hanya bernilai duniawi. Astaghfirulloh..

Maka 2019 adalah momen untuk tugas baru dengan kembali menyelaraskan setiap keinginan dan impian. Tak cukup dunia yang menjadi orientasi, tapi akhirat jauh lebih utama. Belajar menyeimbangkan setiap gerak dan perbuatan agar tak hanya lelah dan sia yang didapat, namun yang utama adalah terkumpulnya pahala akhirat.

 Bismillah.. Mari segera merapikan catatan impian yang ingin dicapai. Seimbangkan dengan tujuan akhirat. Agar segera lelah hanya untuk Illah :)

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia