Aku
mendongak keatas. Menatap gumpalan putih yang kini berubah gelap. Namun masih
terlihat sedikit bercak-bercak kebiruan yang mengintip manja. Tetiba aku
terkenang akan dirimu yang di sana.
Dirimu
biasanya akan menyambut dengan riang jika suasana yang seperti ini datang.
Berlarian di atas rerumput yang menghijau. Mengibaskan hujung jilbabmu,
layaknya sedang terbang.
Berkeliling.
Lalu mengitari gundukan rumput yang baru saja di pangkas hebat.
Layaknya
anak kecil. Tanpa lelah dan gerah, apatah lagi lemah.
Dan
sememangnya begitulah kenangan kecil milik kita.
Apa kabarnya
kau sekarang ?
Tanyaku
sembari memejamkan mata dan mencoba memutar ulang episode-episode yang pernah
singgah di pensieve tak seberapa ini.
Dan sesekali
berhenti di posisi yang menurutku aman untuk diceritakan.
Bagaimana
dengan semangka-semangka merah itu ?
masihkah ia
berbuah lebat ?
Tanyaku lagi
disaat kenangan ini mencapai dititik kau dan aku dengan riuhnya memetik
semangka di belakang rumah, dan memanen hebat. Lagi-lagi waktu itu mendung juga
sedang membumbung.
Tapi kita
tak pernah menghiraukan itu.
Kau hanya
memandang ku dengan sesekali melengkungkan senyum. Tampak rapi gigi kecilmu
memagari bibir. Ah, aku terikut-ikut juga untuk tersenyum.
Tapi milikku
mungkin terlihat lebar.
Usai begitu,
kita pun tergelak bersama.
Aku
terus mengingat dengan mata terpejam.
Apa kau
tidak merindukan ku ?
Hei,
pulanglah !
Teriakku
didalam hati.
Aku baru
sadar rindu yang menahun kini harus berurai.
Ya. Mungkin
ini rindu yang kerap menyambangi jika langit bumi mulai berubah.
Rindu yang
acapkali harus ku muntahkan bersama derai air hujan.
Rindu.
Tersebabnya tak ada lagi yang akan mengajakku bermain dibawah guyuran hujan.
Pulanglah
sesekali. Jenguklah aku disini.
Hadirkan lah
kembali senyum sepenuh hati.
Sungguh,
rindu kerap mengisi jika bening air tertumpah di pipi.
Ku usap air
yang mengalir deras. Sederas tetes bening langit yang sekarang menumpahi bumi.
20 Maret
2013 pukul 15:44
Komentar
Posting Komentar