Rewrite : Celupan Sang Pencipta



Salam’alaikum..

Kali ini saya akan mencoba menuliskan kembali kisah yang ada didalam buku Lapis-Lapis Keberkahan karya fenomenal dari Gurunda Salim A. Fillah. Bagi yang sudah menuntaskan buku ini, mungkin sudah tahu dan faham. Namun, kali ini saya sengaja untuk menuliskannya kembali, karena menurut saya bagian ini sangat menarik sekali dan layak untuk di bagikan ke teman- teman semua. Khususnya para pencari ilmu yang selalu haus akan hal- hal baru.

Sebuah kisah yang di alami dan diceritakan langsung oleh imam Abu Hanifah akan menjadi pembukanya. 

Pada suatu musim haji di Makkah, aku telah berbuat kesalahan dalam lima bab dari salah satu bagian manasik. Lalu seorang tukang cukur mengajariku. Saat itu aku ingin mencukur rambutku supaya aku tuntas dan keluar dari keadaan ihram. Maka aku datangi seorang tukang cukur dan kutanyakan padanya.

“Dengan bayaran berapa anda mencukur rambutku?”

Maka tukang cukur itu menjawab

“Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu. Sesungguhnya ibadah tidaklah disyaratkan dengan bayaran. Maka duduklah dan berikan sekedar kerelaan”

Maka aku merasa malu sebab telah menanyakan sesuatu yang tidak patut. Lalu aku pun duduk, tapi aku melungguh dalam keadaan berpaling dari arah kiblat. Lalu tukang cukur itu menolehkan badanku supaya aku menghadap kiblat, dan aku pun menurutinya. Jadilah aku semakin tersipu.
Kemudian aku memelengkan kepala supaya dia mencukur rambutku dari sebelah kiri. Namun, dia berkata,

“Berikanlah bagian kanan kepalamu terlebih dahulu, sebab mendahulukan yang kanan termasuk sunnah”

Maka aku pun memutar kepala. Dan mulailah dia mencukur rambutku, sedangkan aku terdiam sembari melihatnya dan sungguh hatiku merasa sangat kagumm kepadanya.
Menakjubkan, dia malah menegurku.

“Kenapa engkau diam wahai hamba Allah ? Demi Allah, bertakbirlah”

Lalu aku pun bertakbir hingga dia selesai mencukur semua rambutku. Sesudahnya, aku pun 
berdiri untuk bersiap- siap pergi. Tetapi dia menahanku sambil berkata,

“Ke mana engkau akan pergi, wahai hamba Allah?”

Maka aku menjawab, “Karena sudah selesai, aku akan menuju kendaraanku”.

Tukang cukur itu tersenyum dan berkata lagi, “Shalatlah dua reka’at terlebih dahulu, baru kemudian pergilah kemana engkau suka”

Dengan penuh syukur atas ilmu yang baru kuketahui ini, aku pun sholat dua reka’at. Seusai salam, aku berkata dalam hati.
“seorang tukang cukur tidak akan berbuat seperti ini, kecuali dia adalah orang yang mendalam ilmunya”
Maka aku bertanya kepadanya, “wahai saudara ‘arab, dari manakah kaudapatkan manasik yang kauperintahkan kepadaku ini ?”

Maka dia menjawab, “Demi Allah, aku melihat ‘Atha` ibn Abi Rabah melakukan semua itu, lalu aku pun mengikutinya, dan aku arahkan orang- orang untuk beramal dengannya.

Demikianlah salah satu asas terpenting dalam ilmu, yakni bersedia menerima ilmu dari mana dan dari siapa saja ia datang. Sebagaimana Atha’ ibn Abi Rabah dalam pendiriannya mengatakan “kusimak setiap ayat dalam ilmu dari siapapun juga, seakan- akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal aku telah mengahafalnya, jauh sebelum sang penyampai dillahirkan”

Oleh karenanya, sudah sewajarnya untuk kita sebagai pembelajar untuk selalu menyediakan gelas- gelas kosong dalam menadah ilmu. Sekalipun ianya hal yang pernah ditemui sebelumnya.

Dan sebakdanya, mari pahami pula nasihat indah dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas, Radhiyallahu ‘Anhu, “ Seorang alim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar- besar hingga sekecil- kecilnya”

Yusuf Al- Qardhawi, seorang faqih juga mengatakan, “ Tak ada besar atau kecil dalam ilmu, sebagaimana kita lihat Sulaiman pun sudi belajar pada semut dan burung hud- hud”

Dan penjelasan ini pun seakan saling melengkapi dan mengatakan bahwa, setiap ilmu adalah mulia dan bermanfaat. Meski ia tentang hal yang kecil dan medan yang mungil. Walau ia dalam soal yang remeh dan rincian yang temeh. Ilmu adalah ilmu. Dan sebagai Alim Rabbani menganggap kesemuanya sebagai amanah Allah, menyampaikanya pada manusia agar mereka mendapat petunjuk.

Semoga tulisan ulang ini bermanfaat bagi teman- teman yang membaca. Terkhusus bagi para pencari ilmu.


Sumber: Buku Lapis- Lapis Keberkahan, Karya Salim A. Fillah Bagian Kedua: Bertumpuk- tumpuk Bahan Karya dalam judul “Celupan Sang Pencipta” Halaman 91

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Kamu Bahagia?

-Sister From Another Mom- Chapter III (Contemplation)

Siluet Pemberi Bahagia